Senin, 15 Juli 2013

Junior Bioriset

Filled under:


Posted By oscarifin01.01

Jalan Cinta Penuh Perjuangan

Filled under:

By : Akhmad Arifin. Mahasiswa Fak. Biologi Unsoed 2011
Kisah ini bermula ketika aku baru saja melaksanakan OSPEK Universitas Jenderal Soedirman.
Jalanan di depan kampusku memang terlihat sepi, tak seperti jalanan sewaktu di kota SMA ku terdahulu. Begitu juga hatiku kala itu, Dunia perkuliahan telah mengubah prinsip dan kebiasaan hidupku. Aku yg masih seperti anak kecil, tak terasa telah menginjakkan kakiku di sebuah kampus di Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman.
***********************************
Di sebuah selasar masjid kampus.
Lantunan Al Qur’an terdengar sayup-sayup merdu dari dalam masjid, aku yg masih berada diluar masjid, membuka buah kakiku untuk sekadar melaksanakan shalat dzuhur. Saat itu, saat pertama kalinya aku di perkenalkan dalam bingkai ukhuwah, aku bertemu dengan salah seorang  Mahasiswa yg ku lihat pertama kali saat UKM Expo Ospek Universitas. Aku melihat diidentitas jaketnya, dia tergabung dalam UKKI (Unit Kegiatan Kerohanian Islam). Pertama kali aku di sambut di sebuah masjid kampus ini.
Aku memang telah meng-azzamkan bahwa aku harus berubah dari dunia (yang boleh dibilang) kegelapan menuju yg “lebih terang”. Lalu aku sedikit menyapanya;
 “Assalamu’alaikum. Mas, mas anak UKKI ya?” Sapaku. (UKKI adalah UKM yg bergerak di bidang dakwah kampus di kampusku)
“Wa’alaikumussalamwarahmatullahwabarakatuh. Iya. Ade namanya siapa? Dari Fakultas apa?”. Jawabannya begitu lembut, santun penuh ukhuwah, tangannya menjulurkan yg berarti mengajak bersalaman.
Subhanallah. Indahnya ukhuwah ini. (Dalam hatiku)
 “Arifin dari Biologi, mas”. Kemudian dia sedikit menjelaskan tentang dakwah di Kampus ini, aku di sarankan untuk masuk Lembaga yg berada di tingkat Fakultas (LDF-Lembaga Dakwah Fakultas—red).
“Alhamdulilllah, saya juga dari Biologi. Boleh minta nomor HandPhone-nya?”. Tanyanya. Lalu ku sebutkan beberapa digit angka yg ditulisnya di telpon genggamnya.
Aku berpamit untuk bergegas meninggalkan masjid itu, setelah ku ketahui, lelaki itu bernama Egy.
Semenjak saat itu, seringkali aku mendapati SMS Tausyiah dari laki-laki itu. Aku semakin yakin untuk memasuki lembaga dakwah di Fakultasku. Aku di pertemukan kembali dgn laki-laki itu sewaktu UKM Expo di OSPEK tingkat Fakultas. Mulai dari situlah aku mengenal UKMI (Unit Kegiatan Mahasiswa Islam). Aku berdecak kagum melihat beberapa laki-laki dan perempuan sholihah yg terlihat indah mengenakan jilbab nya yg lebar itu.
***********************************
 “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran 104)
Berawal dari sebuah pencarian jati diri, pada dasarnya hampir semua Unit kegiatan di Fakultasku, aku mendaftarnya. Dari mulai Kerohanian, Pencinta Alam, Penelitian, Jurnalistik, English Club, dll. Hingga nantinya aku dipertemukan dengan lingkungan yang baik. Hal itu adalah kenikmatan yg luar biasa yg telah menjadi titik tolah sebuah perubahan HidayahNya dan keindahan Islam.
Aku termenung,meratapi akan fokus dimanakah kegiatanku? aku bertanya pada diriku sendiri, apa yg bisa kulakukan untuk Agamaku?? Apa yg bisa kulakukan dan bagaimana aku bisa melakukannya? Karena untuk mewujudkan itu semua tak bisa dengan pengorbanan yang biasa, tetapi membutuhkan pengorbanan yg diluar kebiasaan. Sebuah elektron tidak akan berguna ketika ia tidak bergerak keluar dari orbitalnya. Bergerak menuju arah yang lebih baik tentunya. Menjawab kebingungan itu, aku sedikit berfikir mulailah dari diri sendiri, kemudian amalkan dan tularkan kepada orang lain. Aku  ber’azzam untuk masuk lembaga dakwah.
***********************************
Akhir September, aku diharuskan mengikuti sebuah training agar dinyatakan resmi menjadi anggota UKMI. Berbagai step telah aku lewati, hingga akhirnya aku telah resmi menjadi anggota UKMI. Saat itulah pertama kalinya aku mengenal Barisan Dakwah Tarbiyah, yg  indah serta melejitkan potensi.
Diperkenalkan pula aku pada salah satu pengajian khas Tarbiyah, pengajian pekanan yg disebut Liqo. Saat pertama kalinya aku mengikuti pengajian pekanan ini, aku di pertemukan dengan Guru(Murabbi)ku. Aku menyukai model pengajian seperti ini, karena disitulah ditemukan indahnya ukhuwah, saling mengingatkan dalam segala hal kebaikan dan kebenaran. Setiap pekan, selalu dipertanyakan amal-yaumi (Ibadah harian).
Mulai dr situlah, aku mengenal sedikit lebih jauh tentang Indahnya Tarbiyah. Dakwah telah mengubah kehidupanku yg sebelumnya acuh tak acuh terhadap segala permasalahan kampus, menjadi sedikit tidak apatis. 
Ternyata di sini, di dalam barisan dakwah ini, kehidupanku berbalik seratus delapan puluh derajat. Di sinilah akhirnya aku menemukan teman yang bersahabat, yang mau menemaniku, yang mau berbagi denganku. Mereka menerimaku apa adanya, mereka membantuku saat aku dalam kesulitan, menghiburku saat aku sedih, mengajakku ke kantin saat istirahat, bahkan mengundangku berkunjung ke rumah mereka. Mereka ada, bukan hanya sekedar guratan di dalam otakku, dan merekalah yang membuat hidupku lebih berarti.
Satu semester telah kulalui di kampus biologi ini, satu semester pula aku tergabung dalam lingkaran tarbiyah penuh ukhuwah, UKMI. Saat itu memang tengah melaksanakan Oprec Pengurus. Aku iseng mendaftarnya. Amanah pertamaku berada dalam Brigade Kaderisasi. Saat pertama kali-lah, ghirah ku tengah membara, bak api yang baru saja disiram oleh bensin, membulak tanpa kenal lelah jemu.
Semenjak itulah, aku sedikit berkontribusi di lingkaran tarbiyah ini, dari mulai perekrutan hingga penjagaan. Aku sangat senang berada di departemen ini, Mas’ul yg baik, bijaksana serta berpegang teguh diatas manhajNya. Dinamika dakwah di departemen ini sangat terasa, bahkan aku kagum karena saudaraku memiliki semangat jihad yang sangat tinggi. Ibarat diesel, kala itu aku hanyalah sebuah proses pemanasan. Ibarat proses transkripsi, aku berada di tahap inisiasi.
Kumulai lagi episode hidupku, labirin kehidupan tak ubahnya berjalan seiring perubahan waktu. Aku menyadari bahwa memasuki lembaga dakwah adalah suatu hal yg baru yang ada pada diriku, dalam otakku pun tak pernah terbersit jikalau nantinya aku berada di dalam jama’ah ini. Namun Sang Sutradara kehidupan telah menggoreskan tintaNya, bahwa aku harus berada disini, dijalan ini, karena pada hakikatnya bukan lah kita yg memilih taqdir, tapi taqdir yang telah memilih kita.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dgn memberikan Surga untuk mereka. Mereka perperang di Jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, sebagai janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yg lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dgn Jual beli yg telah kamu lakukan itu, dan demikian itu lah kemenangan yang Agung” QS At Taubah 111
Karena aku tau, inilah jalan terbaik dari Allah, Meski aku tau, jalan yang kutempuh ini tak mulus, jalan ini penuh onak duri, aral rintangan, ranjau dan bebatuan terjal.Akan tetapi, aku sangat yakin bahwa inilah skenario kehidupan dari Sang Sutradara, jalan yang dijanjikan surga, serta jalan yang mendapatkan jaminan dari Sang maha Segalanya.
Mustafa Masyhur dalam Fiqh Dakwah menyampaikan :
“Jalan dakwah tidak ditaburi bunga-bunga yang harum baunya, tetapi merupakan jalan yang sukar dan panjang. Sebab antara yang haq dan bathil ada pertentangan yang Nyata. Dakwah memerlukan ketekunan dan kesabaran memikul beban berat. Dakwah memerlukan kemurahan hati, pembenaran dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Yang diperlukan adalah usaha dan kerja keras terus menerus dan hasilnya diserahkan kepada Allah”
Sahabatku….
Jika kita terlahir bukan untuk menjadi pemenang atas pertarungan ideologi demi meraih peradaban yang hakiki, lantas untuk alasan apa kita lahir ke bumi ini? Bukankah kita dilahirkan sebagai pemenang? Bukankah kita dilahirkan untuk berjuang meraih kemuliaan dan kegemilangan umat di atas panji Islam, diatas Al-Qur’an dan as-Sunnah??
Sungguh jika suatu hari Khilafah tegak kembali, air mata kita pasti akan jatuh berlinang, hati kita akan riang tiada terperi karena perjalanan yang telah dititi. Perjuangan inilah yang akan menjadi kado amalan yang akan kita banggakan dihadapan Allah swt kelak, yaitu ketika di yaumil akhir nanti, Allah SWT brtanya kepada kita :
“Wahai fulan/fulanah, apa yang telah engkau lakukan di dunia sehingga Aku harus memasukanmu ke SyurgaKu?” 
tentu kita semua berharap bisa berucap dengan penuh rasa bangga, air mata kita jatuh berlinang penuh cinta,
segala penderitaan yang kita alami di dunia lenyap seketika, karena balasan yang akan diberikan Allah swt kepada kita, sungguh jika saat itu tiba, kita memohon kepada Allah swt agar kita bisa berucap lirih :
“Duhai Allah.. telah ku jadikan hidupku sebagai pengabdian kepada-Mu, telah kujadikan islam sebagai agama dan sistem hidupku, telah kujadikan Muhammad sebagai kekasihku dan suri teladanku, telah ku jadikan Al-Qur’an petunjuk dan pedoman hidupku, dan telah ku jadikan hidupku sebagai perjuangan kepada umat-Mu, inilah persembahan terbaikku, terimalah perjuangan hamba-Mu, ya Rabb..”
Seseorang bertanya ” Mengapa perjuangan dakwah itu pahit?”
“Karena Surga itu manis…”
Inilah Jalanku, Inilah jalan panjangku, izinkan aku berada di Jalan cinta para pejuang, berada di Jalan dakwah penuh cinta……

Posted By oscarifin00.58

Minggu, 14 Juli 2013

Ust. Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar, PhD : Dakwah, Sebuah Panggilan

Filled under:

Fahmi Amhar adalah seorang peneliti di LIPI Bogor, Prof. termuda bidang geospasial, Prof. pertama di Indonesia bidang sistem Informasi geospasial. Saat ini beliau bekerja sebagai pejuang syariah dan khilafah, beliau salah satu inspirator saya, dan semoga saya bsa menjadi peneliti bidang biologi yang menjadi pejuang syariah dan khilafah juga. hehe aamiin

Ust. Dr. Ing. Fahmi Amhar (Anggota DPP HTI)
Pertama kali aku berdiskusi dengan HT, aku cenderung menolak, karena aku mendapat kesan, “ini orang kok ngomong Negara Islam seperti semudah membalik tangan,…
Aku Fahmi Amhar. Lahir tahun 1968 di Magelang. Berasal dari keluarga besar Nahdliyyin.  Pakdhe-ku itu murid KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, dan sempat 6 tahun mengajar di Tebu Ireng. Ayahku secara politisi Masyumi. Namun beberapa kakakku ikut Muhammadiyah. Di SMP aku dapat mentor seorang aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Waktu SMA aku ikut bergabung dengan PII, Pelajar Islam Indonesia, hingga aku menamatkan sekolah tersebut pada 1986.
Aku kemudian melanjutkan di Jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung. Aku suka ikut kajian-kajian di Masjid Salman ITB. Namun hanya berjalan satu semester karena aku mendapat beasiswa dari Overseas Fellowship Program (OFP) Ristek yang dikenal dengan “Program Habibie” untuk menempuh studi di Austria.
Pertama Kontak
Di Eropa aku tetap konsern terhadap permasalahan Islam dan umatnya. Saat itu, aku suka dengan khutbah Jum'at yang khatibnya orang Ikhwanul Muslimin. Aku pernah mengagumi banyak pemikiran dari al-Maududi sampai Yusuf Qardhawi.  Akupun pernah ikut khuruj bersama teman-teman Jama'ah Tabligh.  
Di sana pulalah pertama kali aku kontak dengan orang-orang HT, tepatnya di Kota Wina, Austria tahun 1990. Tentu saja saat itu aku belum tahu bahwa mereka aktivis HT. Yang jelas mereka membicarakan topik-topik Negara Islam atau Khilafah.
Pada saat pertama kali aku berdiskusi dengan HT, aku cenderung menolak, karena aku mendapat kesan, “ini orang kok ngomong Negara Islam seperti semudah membalik tangan? Padahal kan prosesnya pasti panjang, rumit dan berliku”.
Namun mereka tetap sabar melayaniku dan mengajakku  mengikuti kajian umum tentang berbagai hal, seperti bagaimana memahami dan menyikapi perbedaan mazhab, tentang fiqih perempuan, lalu tentang kasus Bosnia yang tahun 1991 itu sedang marak, dan isu hangat lainnya.
Para peserta diberikan kebebasan bertanya dan bahkan mendebat. Lama-lama aku tertarik ketika mereka menjelaskan bagaimana umat Islam itu kini bisa terpuruk, padahal dulu pernah menjadi mercusuar peradaban dunia.  
Menurutku, penjelasan HT dalam masalah ini adalah yang paling logis, komprehensif, runtut dan mendalam yang pernah aku temui. Tidak sekadar simplikasi seperti “Umat terpuruk karena meninggalkan Alquran dan Sunnah” atau “Umat terpuruk akibat penjajahan”.   
Jawaban-jawaban mereka bisa memuaskanku seperti pertanyaan “Bagaimana ya umat yang dulu dibangkitkan oleh Rasulullah itu bisa berangsur-angsur meninggalkan apa yang membuat mereka bangkit?  Mengapa mereka jadi bisa dijajah?”.
Aku pun sangat terkesan dengan  tingkat kecerdasan politis-spiritual yang tinggi para aktivis HT. Tentu saja aktivis HT juga ada bermacam-macam sebagaimana di semua komunitas.  Namun aku pikir, tingkat kecerdasan politis-spiritual aktivis HT memang ada di atas rata-rata.
Yang aku maksud tingkat kecerdasan politis-spiritual adalah bahwa mereka memiliki sikap kritis yang tinggi atas segala fenomena sosial, baik di tingkat lokal maupun di dunia internasional, dan itu selalu dihubungkan dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan  para Shahabat ra.  
Masalah shalat misalnya, pada awalnya adalah masalah ibadah, bukan politik.  Tapi bagaimana mengupayakan agar orang-orang bisa shalat, baik di pabrik maupun di mall, itu pasti memerlukan upaya-upaya politik.  Demikian juga untuk kewajiban Islam yang lain.
Terpanggil
Aku pernah dua tahun terpaksa sekamar dengan orang Nasrani, bahkan juga dengan orang komunis. Mau tak mau pernah bergulat dengan pemikiran: mengapa aku harus percaya dengan Islam. Di sinilah aku kemudian melihat kajian thariqul Iman yang diberikan HT sangat memuaskan secara rasional dan menenangkan jiwa.
Di samping itu, yang semakin membuatku terkesan, mereka berdakwah sebagai panggilan, bukan sebagai profesi untuk mencari penghidupan. Jadi aktivis HT biasanya memiliki profesi yang dengan itu mereka menghidupi dakwahnya.
Mereka pun begitu  unik. Karena hanya dapat dikenali dari pemikiran atau sikapnya, bukan dari wujud fisik seperti bentuk pakaian atau tempat pertemuan yang eksklusif.  Sehingga aku berfikir inilah wadah yang pas untukku berjuang. Akhirnya pada 1995 aku pun memutuskan untuk bergabung dengan HT Austria. [] seperti dikisahkan fahmi amhar kepada joko prasetyo

Posted By oscarifin23.33

DUNIA DIBAWAH NAUNGAN KAPITALISME

Filled under:

Bagian 1: MASA LALU YANG INDAH.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.Setiap pagi ayah pergi bekerja. Sedangkan ibu membacakan Al-Quran, dan menceritakan kisah-kisah pahlawan Islam.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.Para petani menggemburkan sawahnya, menjaga ketahanan pangan negara kami, menjamin tidak ada yang kelaparan di tanah ini.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.Para ulama mengajarkan ilmu, dan menulis kitab untuk diwariskan pada generasi berikutnya.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.Para ilmuwan di negara ini, senantiasa menyumbangkan hasil penemuannya untuk perkembangan peradaban kami.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.Para arsitek di negara ini, membangun masjid-masjid dengan kubah yang berkilauan, dengan lantai yang bekerlipan, dengan ornamen-ornamen yang menawan, dengan sistem akustik yang belum pernah ditemukan.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.Aku dan kawan-kawanku, selalu berlarian riang setiap berangkat ke sekolah.Kami, selalu tertawa girang saat bermain dokter-dokteran, dan anak lelaki, selalu bersemangat saat bermain perang-perangan.
Sampai kemarin, semuanya baik-baik saja.

Bagian 2: PENJAJAHAN OLEH KAPITALISME.
Namun, hari ini, semuanya berubah.Sekawanan penjahat datang merenggut kebahagiaan kami.
Aku tidak bisa lagi tertawa riang bersama teman-temanku.Setiap hari, kami hanya menangis.
Setiap hari ayah bekerja semakin keras, sampai tidak punya waktu lagi untuk bermain denganku.
Ibu bilang, ayah terpaksa meninggalkanku demi mencari sesuap nasi. Tapi apakah hidup memang harus sesulit ini?
Padahal, dulu tidak begini.
***
Aku jadi tidak mengerti.
Kenapa sekarang yang aku lihat hanya penderitaan?
Kenapa di mana-mana yang kudengar hanya tangisan?
Kenapa di mana-mana, yang aku rasakan hanya kehancuran?
Kenapa? Kenapa begini?
Apakah hidup memang harus sesulit ini?
***
Kenapa aku harus kehilangan kasih sayang ibu?
Kenapa ibu harus bekerja seharian, dan menitipkanku pada pengasuh?
Kenapa ibu lebih menyayangi pekerjaannya daripada aku?
Setiap kutanya, ibu selalu menjawab: ‘Nak, ibu bekerja untuk kebaikanmu juga. Untuk membelikan mainan dan pakaian yang bagus’
Tidak, Bu.Aku tidak mau pakaian dan mainan yang bagus. Yang aku mau, ibu ada di sini, menemaniku bermain, dan mendidikku menjadi anak sholehah.
***
Apakah hidup harus sesulit ini?
Dulu, aku dengar, di Palestina, seorang ayah harus berkeliling kota seharian hanya untuk mencari air bersih buat minum keluarganya. Tapi semua sumber air telah dikotori dengan racun oleh Israel.
Di sana, anak-anak harus kehilangan ayah dan ibunya. Kasihan sekali mereka. Siapa yang menjaga dan menyayangi mereka jika ayah ibunya telah tiada?
Di sana, anak-anak ditembaki di pangkuan ayahnya.
Mayat-mayat bergelimpangan.
Darah berhamburan.
Potongan tangan, kaki, kepala, berserakan.
Apakah hidup harus seperti ini?
***
Sekarang.Aku takut tumbuh besar menjadi remaja.
Bagaimana aku menjalani masa remajaku nanti? Sekarang saja, banyak remaja yang sudah tidak gadis lagi. Bahkan sudah banyak yang menggugurkan kandungan.
Sekarang, banyak remaja yang kecanduan obat terlarang.Aku takut, bagaimana jika aku tumbuh jadi remaja nanti.
Apakah aku akan terjerumus seperti mereka?
***
Bagian 3: MENANTI BISYARAH.
Apakah aku sanggup menghadapi hidup?Dunia semakin kejam. Aku takut. Aku takut. Aku takut….!
Sekarang aku terkurung di sini.Dalam kehidupan yang serba rusak ini.Aku terkurung di sini.Dalam masa depan yang tidak jelas ini.Aku terkurung di sini.Aku takut.Di sini gelap.Tidak ada cahaya.Bagaimana aku menghadapi masa depanku?Bagaimana?Aku takut…Bagaimana jika mereka menyiksaku?Bagaimana jika mereka membunuhku?Bagaimana jika penjajah itu datang ke sini, dan merusak segalanya.
Aku takut….Tidak adakah yang mendengar teriakanku?Aku takut…
Tolong aku.Selamatkan aku…
Aku takut….
Siapa yang mendengarku?Apakah tidak ada lagi orang beriman di bumi ini?
Tolong aku…Dimana kalian wahai orang-orang beriman?
Tolong…Di sini gelap…Aku takut….
Tidak adakah orang beriman di sini?Tidak adakah yang peduli pada deritaku?Tolong….

Posted By oscarifin23.05